Satu jam untuk Diorama

.7 Feb 2018.
"Ya Allah, hamba nggak tau lagi bagaimana caranya untuk bersyukur dan berterima kasih kepada Engkau, atas semua kenikmatan yang selalu Engkau limpahkan kepada hamba. Engkau selalu tahu bagaimana membuat hamba merasa menjadi hamba paling beruntung di dunia. Terlebih untuk satu jam hari ini yang sangat berarti."

Kita nggak akan pernah tahu rencana Tuhan kepada kita. Baik yang terjadi sekarang, lalu dan masa depan. Yang jelas tugas kita adalah selalu aware dengan keadaan-keadaan yang terjadi dalam hidup kita, karna pasti disitu ada hikmah berharga. Kali ini aku bukan bermaksud untuk pamer, sombong atau apalah yang terserah orang mau bilang apa. Kali ini aku ingin men-share apa yang telah terjadi di hidupku sejauh ini.

Seperti yang dapat kalian baca di postingan "Early Journey"-ku, artikel pertama di blog ini, dimana dulu aku nggak keterima di beberapa intitusi yang diharapkan. Dan ketika aku daftar di institusiku yang sekarang ini, dengan berbekal ridho orang tua walaupun dalam hati berat untuk daftar disini maka ini adalah harapan terakhirku untuk bisa melanjutkan studiku. Dan ya, "Ridhallahi wafi ridho walidain, wasuktullahi wasuktil walidain". Aku keterima disini. Dan kalo di evaluasi lagi, dulu kalo berdo'a buat bisa keterima ke institusi yang aku harapkan, aku cuman berdo'a gini,

  "Ya Allah, buatlah umur hamba ini barokah yaitu sebaik-baiknya umur. Artinya umur yang bermanfaat bagi orang lain dan tidak pernah sia-sia untuk pernah hidup di dunia".

Aku nggak bisa bilang apakah ini adalah jawaban dari Allah kepadaku saat ini dengan menjadi an Emergency Nurse Student, yang aku tau pasti adalah tugas seorang perawat adalah mulia. Terlepas bagaimana orang mau menilai sebelah mata tentang perawat seperti dulu aku memandang sebelah mata mereka. Yang pada nyatanya, perawat itu juga sekolah, artinya bukan sembarangan untuk bisa menjadi seorang perawat dan berhak untuk dihargai pula sama seperti dokter dan tenaga kesehatan yang lainnya.

Oke, then what do you mean about "Satu jam untuk Diorama" Sev?.

Hari ini, aku diberi kesempatan lagi sama Allah untuk bisa ikut menemani kakak-kakak tingkatku guna melakukan Promkes ke-2. Promkes kali ini mengusung tema Leptospirosis. Tema yang sangat amat menarik bagiku. Target promkes kali ini adalah ibu-ibu rumah tangga. Kebetulan acara hari ini bersamaan sama adanya imunisasi Difteri, Polio dan pemberian Vitamin A untuk anak-anak bayi dan balita, jadi bisa dibayangkan sendiri gimana ramenya Promkes hari ini.

Begitu sampek di Posyandu, aku sama Zenitha, temen sekamar asrama, kita berusaha bantu-bantu kating untuk persiapan Promkes hari ini, lebih tepatnya kita ngebantu buat meganging balon doang. Ya, nggak berfaedah. Dan saking nggak tau dirinya, tuh balon dah di itung ngepas sama jumlah anak-anak yang bakal di-imunisasi, sekitar 30 anak. Tapi malah nggak sengaja aku jatuhin ke sungai samping posyandu. Nggak lama itu, eh aku mecahin balonnya juga. Karna udah nggak serantan, dan aku pikir, aku ikut Promkes buat bisa gerak bebas sana-sini, cari ilmu baru, cari pengalaman baru, foto sana sini, bantuin sana sini, kalo aku cuman megang balon ya percuma dong. Akhirnya aku masukin deh balon-balon tadi ke kresek gede terus aku amanin, aku tinggal. 

Acara pertama adalah absen ibu-ibu dan anak-anak yang akan di imunisasi. Setelah Absen, dari pihak puskemas dan kader kesehatan di daerah itu bakal ngebantu buat nimbangin dan ngukur tinggi badan anak-anak ini. Setelah itu, mereka antri dan nunggu panggilan untuk di imunisasi. Di sini aku berusaha nyempil ke ibu-ibu kader kesehatan dan bidan dari puskesmas buat bisa ngerti gimana sih imunisasi Difteri itu. Maklumlah, anak tadi sore. Kepo luar bihapsya.

Pendaftaran/absensi

Nimbang

Ngukur tinggi



Alhasil dari sempil menyempilnya aku, ada banyak banget daya tahan anak-anak terhadap rasa nyeri. Di kelas, nyeri itu bedakan dari beberapa level. Dan level nyeri orang itu berbeda-beda. Ada dari mereka yang bisa menahan rasa nyeri pada level 1 atau mungkin pada level 10. Dan kali ini, aku ngelihat hal itu sendiri ke anak-anak bayi dan balita. Ada yang umurnya lebih tua dari yang lain, tapi tingkat ketahanan terhadap nyerinya rendah, jadi ini anak waktu cuman lihat si ibu bidannya aja udah nangis. Padahal cuman ngelihat ibu bidannya tapi udah nyeri duluan. Ada juga anak balita yang umurnya lebih muda, tapi dia nggak nangis sama sekali waktu di imunisasi, artinya ketahanan dia terhadap nyeri jauh lebih tinggi dari si anak yang lebih tua dari dia tadi. Tapi ngelihat ekspresi si anak yang diem aja pas di imunisasi ini, aku curiga antara si anak ini nggeh nggak sih kalo dia lagi di imunisasi? Abis nggak ada ekspresinya sama sekali pas di suntik. Aku aja yang dah gerang masih takut ngebayangin kalo kemarin aku diare terus kehabisan cairan terus di infus, sumpah infus. Argh, ngeri pokoknya.

Suntik imunisasi

Pemberian Vitamin A

Setelah di-imunisasi, anak-anak ini dikasih cairan Vitamin A dan satu butir obat dalam kemasan dimana obat ini diminum sehari 3 kali. Dan untuk anak-anak yang udah disuntik di puskesmas sebelumnya, mereka bakal hanya dikasih Vitamin A disini, pun untuk anak-anak yang masih dibawah umur sekitar mungkin dibawah satu tahun, anak-anak ini cuman dikasih Vitamin A. Kenapa? Ya karna aturan imunisasinya begitu :) 

Nah setelah suntik menyuntik selesai, kita lanjut ke acara penyampaian materi. Awalnya demi apapun aku nggak ngerti tentang penyakit Leptospirosis yang bakal disampekin sama katingku. Aku pikir penyakit ini ada kaitannya sama imunisasi tadi. Dan ternyata nggak ada kaitannya antara penyakit Leptospirosis ini sama  penyakit Difteri, Polio atau kekurangan Vitamin A. Asal muasal penyakitnya juga beda, media penyalurnya juga beda dan intinya beda banget.

Dalam penyampaian materi, aku ngelihat wajah-wajah ibu-ibu rumah tangga ini kek serius banget gitu ndengerin mbak Winni, kating aku yang mempresentasikan materinya. Emang sih cara presentasi mbak Winni ini bagus banget dan sampek ke targetnya. Artinya, cara penyampaiannya ke ibu-ibunya sesuai dengan bahasa, kondisi si target Promkes ini. Inspiratif banget sih kalo lihat si mbak Winni ini. Semangat terus mbak. 

Yang megang mic namanya Mbak Winni

Sedikit bakal aku bocorin tentang apasih Leptospirosis itu. Leptospirosis itu adalah penyikit dimana yang media perantara utamanya adalah tikus.


Udah gitu aja, selanjutnya bisa kalian lihat di artikel aku selanjutnya, hehe. Hayo nih, siapa yang suka melihara tikus dalam bentuk apapun, tikus-tikus piaraan yang lucu-lucu sampek tikus got yang tanpa dipiara dia udah memiarakan dirinya sendiri dirumah kita? Awas, terjangkit penyakit mematikan ini, haha. Eh, tapi serius. Penyakit ini bahaya banget.

Sementara ibu-ibunya ndengerin materi dari mbak Winni, si anak-anak yang abis di imunisasi ini kita bawa ke tempat khusus anak-anak gitu. Kita siapin mainan, kertas gambar, boneka barbie, balon-balonan yang tadi aku pegang terus aku tinggal, kita siapin biskuit juga, permen dan lain-lain yang bisa ngehibur si anak-anak ini setelah nangis. Ya emang sih nggak semua anak mau ditaruh ke tempat khusus anak-anak terus di tinggal bentar sama ibu-ibunya buat ndengerin materi, tapi buat anak-anak yang main di tempat khusus anak, aku lihat, seketika mereka lupa kalo mereka abis nangis pas ngumpul bareng sama temen-temennya. Malahan mereka rebutan crayon, balon, kertas gambar, barbie dan lain-lain. Seru sih njaga anak-anak ini main, tapi aku lebih milih buat ikut ndengerin materi mbak Winni ini karna aku juga nggak tau tentang penyakitnya.



Ya, paling nggak selepas ndengerin mbak Winni presentasi, ada yang bisa aku bawa pulang buat diri aku sendiri, keluarga bahkan kalian. Lebih tepatnya ada-lah bahan buat nulis blog lagi. Tapi selepas imunisasi nih, ada anak balita cewek gitu yang awalnya dia nggak nangis nih pas lihat ibu bidannya dan jarum suntiknya. Eh, pas cairannya di masukin dia nangis nggak ketulungan. Pas itu sih di pangku sama ibunya, tapi nggak tau kenapa tanganku ini nggak bisa nahan aja lihat anak kecil. Selepas jarumnya keluar, tangan aku tiba-tiba nyodorin gitu buat ngasih isyarat nggendong si anak cewek ini. Sama ibuknya dikasihin dan anaknya mau aku gendong. Untungnya. Coba kalo tambah nangis pas itu, gimana cobak.

Terus, aku bawa ke tempat mainan khusus anak-anak, aku kasih balon sama permen yang sengaja aku bawak dari asrama. Aku coba ngajak omong dan hibur si anak ini, dan alhamdhulilah nggak butuh waktu lama, si anak ini udah diem dan lupa sama sakitnya. Ya, walaupun wajahnya masih tegang-tegang gimana gitu. Iyalah, Sevita. Haha, astaghfirullah becanda. 


Setelah penyampaian materi selesai, ada sesi tanya jawab dan untuk yang bertanya akan mendapatkan doorprice. Tapi disini, aku ngerasa kalau antusias ibu-ibu yang bertanya ini bukan karna akan mendapat doorpricenya. Tapi karna rasa keingin tahuan mereka ini gede banget. Pertanyaan yang diajukan juga sangat amat bagus sih menurutku. Dan hal ini yang ngebuat aku sangat amat seneng banget bisa ikutan kegiatan-kegiatan kayak gini, antusiasnya itu lo, nggemesin.



Aku lupa ada berapa ibu-ibuknya yang tanyak. Tapi yang jelas dari ibu-ibu muda sampek nenek-nenek antusias banget buat tanyak. Oya, Promkes kali ini beda sama Promkes sayur dan buah kayak artikel di sebelumnya, "Mom jaman Now". Karna aku lihat disini, mereka semua sangat-sangat care banget sama anaknya, bahkan cucunya. Seperti ibu pada umunya mereka selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Dan mereka kompak banget. Seneng aja ngelihatnya. Tentang apa aja pertanyaan-pertanyaan ibu-ibu ini tentang penyakit Leptospirosis yang media utamanya adalah tikus, insya Allah akan aku tulis diartikel selanjutnya. Setelah tanya jawab selesai, ibu-ibu yang tanyak tadi di mintai untuk maju kedepan dan diberikan doorprice oleh ibu dosen tercinta kita yaitu Ibu Siswari Yuniarti :)

Pembagian doorprice

Pembagian Souvenir

Nah setelah acara selesai, ada penutupan dan bagi-bagi souvenir. Acara selesai, waktunya beres-beres. Awalnya nggak ada yang terlalu berarti sih, tapi kok ya nyeletuk ada bapak-bapak yang lagi lewat di dalem sungai buat mbersihin sampah-sampah yang ada disungai. Sungainya nggak tinggi sih, dan untungnya bapak ini pakek sepatu boot walaupun nggak pakek sarung tangan. Padahal materi yang baru disampaikan kita adalah termasuk tentang kegiatan bersih-bersih sungai kayak yang dilakuin si bapak ini. 

Ngelihat bapak ini, nggak tau kenapa aku ngerasa miris aja. Ironis. Disaat ada orang yang mau peduli sama lingkungan sekitarnya, bahkan bapak ini bersih-bersih sendirian. Sendirian. Yang dimana saat itu juga ada ancaman penyakit yang bisa nyerang sih bapak ini. Ada banyak orang yang hidup di desa ini, tapi cuman satu yang mau peduli sama kebersihan sungai. 

Disini mungkin aku salah mengartikan, ambil positifnya aja. Mungkin bapak ini adalah petugas kebersihan yang dibayar masyarakat buat ngebersihin sungai. Mungkin ya sudah menjadi kewajibannya karna orang-orang ini ngebayar bapak ini. Tapi, terlepas ngebayar atau enggak, tugas si bapak ini apa enggak, kita juga hidup di daerah ini. Dari sekian banyak penduduk, kenapa nggak lebih milih untuk menjaga lingkungan daripada harus ngebayar orang. 

Indonesia nggak akan selesai dengan masalah sampah. Mungkin lebih tepatnya "Kali". Kali di tempat ini kotor dan banyak sampah. Kenapa nggak mencoba untuk mencegah dengan membuang sampah pada tempatnya dari pada harus ngebayar orang. Dan aku juga nggak ngejudge para penduduk disini karna Kali mereka kotor sebab banyak sampah, karna terkadang para pengendara yang lewat juga sometimes dengan enaknya sendiri mereka ngelempar sampah mereka ke Kali ini. Jangankan pengendara, mungkin orang lewat yang bawa sampah atau lain sebagainya.

Ini masalah kesadaran. Kesadaran terhadap diri sendiri dan lingkungan. Aku nggak nyalahin masyarakat karna mereka nggak bersihan atau mentang-mentang karna sekolah di kesehatan. Karna nggak sedikit juga tenaga kesehatan yang juga ngelanggar ilmu-ilmu kesehatan yang mereka pelajari sendiri. Nggak sedikit dokter spesialis jantung dan paru-paru meninggal gara-gara merokok. Nggak sedikit dokter atau perawat yang mati karna nggak nerapin healty life style. Jajan sembarangan di depan anak-anak sekolah setelah presentasi bahaya makan-makanan berbahan pengawet dan pewarna, nggak doyan sayur dan buah setelah presentasi pentingnya makan sayur dan buah.

Ya, the problem is Awareness. Kesadaran. Ngomong itu gampang, ngelakuin itu susah. Apalagi soal kesehatan. 

Oke balik lagi. Ya Naudhubillah, nggak minta, jangan sampek. Cuman satu orang kek bapak ini yang mau ngebersihin Kali kotor, dengan ancaman penyakit yang banyak banget. Umur orang siapa tau? Sekali lagi jangan sampek deh, tapi kalo sampek bapak ini tutup usia gara-gara masalah dari aktifitas yang dilakuin si bapak ini, siapa lagi yang bakal ngegantiin posisi bapak ini? Ada yang mau kah dari sekian penduduk disini? Dari sekian orang yang tega buang sampah sembarangan?

 Jangan bilang kalo aku lebay, "Halah ngebersihin Kali gitu aja dibilang bahaya". Pernah nggak kalian pipis di Kali? atau ngelihat orang pipis di Kali? Jangan pipis deh, ngeludah atau muntah di kali atau sungai gara-gara mabuk dijalan. Jijik gak? Nah yaudah. Tapi nggak kan sama bapak ini. 

Aku nggak berharap kalo tulisan ini bakal langsung ngebuka kesadaran kita bahkan untuk diri aku sendiri. Tapi aku selalu berdo'a agar umur aku bisa bermanfaat bagi diriku sendiri dan orang lain, mungkin lewat tulisan ini. Allah maha membolak-balikkan hati. Barang kali satu diantara 250 orang yang baca tulisan ini atau lebih atau kurang, walaupun cuman satu, atau cuma aku yang nulis, bakal sadar akan pentingnya "Awareness" bagi diri sendiri, lingkungan dan orang lain.

Apa susahnya sih buang sampah ditempatnya. Kalo lagi dijalan, nggak ada tempat sampah gimana? Aku nggak minta kalian niru aku atau aku sok-sokan megurui kalian, tapi aku membiasakan, 'membiasakan', belajar membiasakan buat punya kantong plastik kecil di tas kapanpun, buat naruh sampah kalo sewaktu-waktu nggak ada tong sampah.

Key balik lagi. Promkes hari ini nggak butuh waktu lama-lama, mungkin sekitar satu jam. Tapi berasanya lama banget dan aku sangat amat menikmati acara hari ini.

"Satu jam untuk Diorama"

Masa muda kita dibuat untuk apa, dihabiskan untuk apa, dilukis seperti apa adalah pilihan kita. Waktu produktif itu kita sendiri yang buat. Satu jam hari ini bisa dibuat tidur kalo aku milih diem di kamar asrama, atau sekedar main instgram, hp, dan ngobrol ke kamar-kamar. Tapi tanpa gerakan dari Allah juga mungkin aku nggak akan tergerak buat ikut acara Promkes ke-2.

Diorama.
Kita nggak pernah tau tentang apa yang kita lakukan sekarang. Bisa jadi apa yang dilakukan sekarang bisa menjadi sejarah dan patut untuk diabadikan, seperti Diorama. Diabadikan. Kita nggak pernah tau hasil dari usaha hari ini seperti apa. Kita juga nggak pernah tau tentang siapa kita dimasa depan. Bisa jadi kita menjadi salah satu tokoh yang riwayat hidupnya patut di Diorama-kan.

Tulisan ini atau semakin ke sini, nggak ada sama sekali terbesit niatan untuk sombong, pamer, menggurui dan lain-lain. Aku emang suka sharing tentang ceritaku, suka ngomong, suka cerita. Dan daripada cerita nggak berfaedah sama kalian yang udah meluangkan beberapa menit kalian buat baca tulisan ini, aku memilih untuk men-share yang sekiranya bermanfaat. Give back antara kalian dan kalian ke aku. Sama-sama menerima dan memberi. 

Terima kasih. Atas apapun, baik waktu, do'a, support kalian ke aku. Terutama kepada Allah SWT. 

-Jadi siapapun kita, apapun profesi kita, semoga kita bukan orang yang diberi upah baru mau bekerja dan memberikan sesuatu untuk orang lain-

.  L i f e    i s    a b o u t    C O N T R I B U T I O N    n o t    a    c o m p e t i t i o n .
because we never know, when we die.


Nb : Thank you buat Zenitha udah nemenin Promkes bareng dan Disa Aisyah Putri yang udah bantuin editin foto di artikel ini. Kalo mau follow ig-nya buat kenalan bisa @zenitha.fn dan @disaisyhputri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menderita Leptospirosis?

Faedah Quarantine Day.

Surga itu Dekat, Bahagia itu Sederhana