TBC vs CORONA

#medicalinfo

Hallo temen-temen. Hari ke 21 quarantine day. Artikel kedua aku untuk mengisi waktu luang. Sekali lagi hai semua, semoga kabar temen-temen sekalian sehat-sehat, dan semakin intim dengan keluarga dirumah.

Belakangan ini banyak banget public figure di segala macam social media menyuarakan tentang opini, kegiatan dirumah, tips and tric sehat meski dirumah bahkan termasuk emosinya karna melihat masih banyaknya masyarakat yang belum patuh rujukan gerakan #stayathome

Nah, berdasarkan melihat dari banyak sekali-nya temen-temen dalam menyuarakan hal tersebut, sampek sampek aku sendiri geleng-geleng. Tapi belakangan ikut gregetan karna aku merasa jadi abu-abu aja masyarakat ini. Saat semua orang menyuarakan emosinya untuk stay at home, maka sebenernya siapa sih yang lagi kalian marahin :") bingung aing teh.

Kalo kalian teriak teriak pingin semua masyarakat di rumah aja supaya corona cepet ilang, ya plis. Hehe, jangan pesen g*food. Sama aja boong dong. Itu babang g* nya juga selametin dari Corona.

Gini ya, menurut aku kita gak bisa semata mata marah-marah, emosi, sana sini supaya masyarakat tetep dirumah. Yakin apa bener kamu beneran mengamuk ato cuman ikut ikutan sebel ngeliat banyaknya orang yang mengamuk untuk bilang "Stay at home plis?".

Okeh. Kali ini pembahasan kita adalah mengupas tentang seberapa pentingnya menaati anjuran pemerintah global tentang quaratine day dibanding dengan keseriusan masalah TBC di dunia.

Salah satu tujuan artikel ini adalah, untuk memberikan informasi pada kita semua selengkap mungkin yang aku bisa, dan semudah mungkin untuk dipahami. Ini adalah salah satu cara, dari pada aku ikut emosi melihat temen temen yang emosi, juga kepada temen temen yang masih bandel keluar rumah. Karna masyarakat kita hari gini, semakin dilarang semakin menantang, jadi aku bakal memberikan alasan rasional untuk memuaskan opini kalian.

Okeh sebelum kita membahas Corona, kita akan membahas tentang TBC terlebih dahulu. Vit, kenapa sih kok jadi bahas TBC? Apa hubungannya? 

Gaes, tau nggak.. berdasarkan WHO  global report TB, 2018, Indonesia adalah negara dengan kasus TBC terbesar ketiga sedunia dengan jumlah kasus 842 ribu? Bahkan beberapa artikel baru-baru ini mengatakan bahwa Indonesia naik peringkat dengan kasus TBC terbesar kedua di dunia? Semakin baik ato buruk tuh?

Dulu awal awal jadi mahasiswa keperawatan, aku pernah praktek klinik di ruang isolasi TB paru. Mendengar nama ruangannya aja udah serem banget. Dan pernah mendapat pengalaman dimana saat bantuin pasien mobilisasi, eh malah si pasien muntah. Niat nolong, justru malah kena muntahan si pasien. Baju seragam udah kotor, dan aku gak berani buka masker N95 sama sekali.

Dulu sebelum ada corona, penyakit TBC ini sangat amat jadi momok kita sebagai mahasiswa Keperawatan juga di masyarakat awam. Cuman, kenapa sih angka di Indonesia tetep aja tinggi?

Di Jerman, berdasarkan hasil research kecil-kecilan aku dari beberapa narasumber public figure seperti Gita Savitri, Petry & Oliver, mereka mengatakan bahwa di Jerman memiliki aturan dimana setiap pasien TBC harus dikarantina atau di isolasi di rumah mereka selama 44 hari-3 bulan dengan mengkonsumsi obat serta rutine plus check up. Aturan ini sangat ketat dan akan di jatuhi hukuman apabila melanggarnya. Alhasil, aturan ini bisa dibilang cukup efisien untuk menekan jumlah penyebaran penyakit TBC. Sebelumnya maaf banget, sampai sekarang aku belum bisa nemuin jurnal tentang aturan isolasi pasien TB di Jerman yang falid, sehingga aku menggunakan penjelasan dari narasumber public figure yang menjelaskan tentang aturan tersebut. Kalian bisa buka di Blognya Gita Savitri dan youtube milik Petry & Oliver. Mungkin kalau temen temen menemukan, bisa di share linknya di kolom komentar atau email aku, okeh?

Lanjoot!. Indonesia sendiri, masyarakatnya sudah mulai pintar. Banyak literasi yang berhasil meningkatkan pengetahuan kita. Tapi ternyata tidak pada soft kills masyarakat kita. Saya yakin, sudah ada lebih dari ribuan juta iklan dan poster guna menghindari penyebaran TB dengan menggunakan masker N95 kemanapun sampai benar benar dinyatakan sembuh, berobat rutin selama 6-9bulan, check up ke dokter, dan berjemur. Banyak juga kok angka pasien yang kooperatif dengan penyuluhan-penyuluhan kesehatan seperti itu. Tetapi ternyata masyarakat kita lebih pro untuk sekedar mendengarkan dan memperhatikan, tidak untuk di praktekkan.

Aku sendiri pernah menemui pasien MDR TB (Multidrugs Resistant Tuberculosis). Yaitu keadaan dimana penyakit TB yang di alami pasien telah resisten terhadap 2 obat antituberculosis terkuat, yakni isoniazid dan rifampisin. Hal ini disebabkan karena ketidak patuhan minum obat TB atau karena tertular pasien dengan MDR TB. Jadi apabila seseorang menderita MDR TB, kemudian tidak sengaja menularkannya kepada orang lain, maka orang yang tertular langsung mengidap MDR TB, artinya langsung mengalami resisten terhadap obat obatan tersebut. Sehingga saat di ruang perawatan, pasien MDR TB ini harus di masukkan ruang isolasi khusus. Bayangin coba rek, .. Rek..., REKS! Ruang isolasi di dalem ruang isolasi TB. Saking parahnya lah, kasarannya seperti itu.

Oya balik ke ceritanya. Jadi aku ketemu pasien MDR TB ku yang pernah aku rawat di rumah sakit, sedang jalan jalan ria di area CFD Taman Bungkul Surabaya. Waktu itu ada pawai bunga gaes, jadi seperti yang kita tahu, pasti ada kerumunan. Dan seketika aku yang menemukan hal tersebut syok aja. Paranoid sendiri, cari masker di tas, di saku-saku celana, tapi gak ada. Sedang si pasien ini, dengan santainya berada di tengah kerumanan yang berjubel, aku inget persis bahwa kanan kirinya pasien adalah anak anak, tanpa menggunakan masker khusus TB atau masker N95. Aku nggak tau lagi deh harus mengekspresikan gimana.

Dan dari situ aku mulai was was kalau pergi ke tempat umum plus keramaian yang berjubel. Harus siap sedia masker. Apa yang terlihat sehat di luar belum tentu sehat didalam. Nah, dengan hal ini jika kita bandingkan dengan aturan di Jerman maka sangat beda sekali. Apakah seserius ini kasus TB sampai memerlukan isolasi seperti di Jerman? Yes, I do!

Pada beberapa kasus, TB menyebabkan beberapa komplikasi serius seperti emfisema, kolaps paru, atau juga bisa juga menyerang organ selain paru biasa disebut dengan TB Kelenjar, TB tulang, TB darah bahkan kemarin aku juga menemukan pasien dengan TB Hepar, insya allah kalo gak salah. Kondisi si perut pasien besar, udah bukan buncit lagi, sampek muntah darah, pucet pasi, dan bener bener memprihatinkan lah ges kondisinya.

Parahnya lagi, kalau hal ini tidak hanya terjadi pada satu orang. Tapi justru ditularkan kepada banyak orang. Ya kayak pasien tadi, nggak menjalankan SOP atau aturan penderita TB. Makanya ges makanya! Aware lah. Kenapa sih orang orang kita kudu di takut takutin dulu, kudu kejadian dulu, kudu ngelihat yang parah parah dulu baru percaya. Malah ada yang udah lihat yang parah, udah tau, tapi masih denail, masih ngebandingin sama orang yang TB bisa sembuh yang baik baik aja. Nggak TB doang kasusnya, banyak. Kayak DM, merokok, miras, Hipertensi, dll.

Kita itu biasa meremehkan, menyantaikan, terlalu tenang, jadi nggak heran kalo kasus yang serius di negara maju, bisa kita anggap kasus yang alaa.. b aja lah ya, dipikir sambil jalan ajalah, di negara Indonesia kita ini. Negara kita adalah negara tersantuy di Dunia.  Jadi nggak kaget kalo Indonesia juga menjadi urutan kedua kasus TB terbesar di dunia. Mungkin nggak TB aja, tapi banyak kasus lain.

Okeh balik lagi. Penyakit TB disebabkan oleh bacteri yang bernama Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini mempunyai sifat tahan asam, tidak tahan pada suhu 30-37 derajat celcius sampai tujuh hari penuh, cepat dalam replikasi diri (apalagi jika tidak patuh minum obat, maka bakteri ini cepat bertransfomasi untuk kebal terhadap obat yang sama. Ini adalah alasannya mengapa penderita TB saat tidak patuh mengkonsumsi obat, maka harus kembali ke nol dengan dosis berbeda). Penyebaran TB sendiri adalah melalui droplet. Pada artikel sebelumnya, aku sudah membahas sedikit tentang pengertian droplet. Sebenernya buat naikin rating, aku gak mau nulis lagi apa itu droplet disini. Biar kalian buka artikel kemarinku, hehe. Tapi ya udahlah aku berbaik hati.

" Nah Droplet sendiri itu apa sih? Droplet adalah salah satu bentuk penyebaran penyakit. Sedangkan droplet sendiri biasanya terjadi pada penyakit di area pernafasan namun ditularkan melalui cairan cairan yang keluar dari saluran pernafasan, seperti ketika bersin dan mengeluarkan ingus. Atau lendir saat kita batuk. Nah cairan cairan tersebut dikatakan mengandung bakteri atau virus yang menyebabkan penderita mengidap suatu penyakit tertentu."

Baik kan aku :) iya kan? Iya kan? Uy uy, unch. 
Apaan si -_-

Cuman, karna penyakit ini adalah penyakit pernafasan maka sering banget kita tertukar dengan penyebaran melalui airborn atau udara. Nah kalo Airborn sendiri itu adalah jenis penyebaran penyakit melalui udara, jadi tidak memerlukan media seperti misal dahak, air liur, ingus, dan lain sebagainya. Sangat bahaya sekali sih tipe penyakit yang sebarannya adalah airborn. Harus benar benar di isolasi dengan ketat. Sebab penyebarannya akan sangat mudah sekali. 

Yang ingin aku garis bawahi disini untuk membedakannya dengan Corona ialah sifat dari penyebab penyakit ini. Yakni bakteri. Dimana bakteri masih bisa mati pada ketentuan tertentu.

Sekarang kita bahas tentang Corona virus. Jadi sekedar informasi, COVID 19 adalah penyakit yang disebabkan karena CORONA Virus. Jadi keduanya memiliki arti yang beda ya guys. Nah, berhubung ia adalah virus... maka inang yang dihinggapinya bisa saja hewan, manusia, atau bahkan tumbuhan. Asalkan inangnya hidup, maka virus ini juga akan hidup asalkan si inang mempunyai imunitas yang juga lemah.








Corona Virus tersusun dari komponen lemak yang bisa hancur pada pH basa tertentu. Nah pH tersebut terdapat pada kandungan sabun cuci tangan. Sedangkam untuk handsanitizer, ia hanya mampu bekerja sempurna pada alkohol 60-95%. NAMUN ! LITERLY, nggak semua bakteri dan virus bisa ikut mati. Kalaupun bakteri dan virus yang mati, dia tetep matinya ditangan kita kan gaes? Ya kan? Beda kalo kita menggunakan air mengalir dan sabun.



Itu pun sebaiknya mencuci tangan 6 langkah. Nanti kalian bisa searching sendiri bagaimana cuci tangan 6 langkah ya guys. Kenapa demikian? Karena hanya dengan mencuci tangan 6 langkah, seluruh permukaan telapak tangan kita terjamah. Tidak hanya asal kena busa sabun, tapi juga di bersihkan. Literly, dibersihkan ya guys. Hehe. Digosok2.

Penyebaran penyakit Covid19 ini sama dengan TB, yakni droplet. Tapi, berita ini sempat simpang siur mengenai tentang media dropletnya yakni melalui air keringat, udara, dan lain sebagainya. Sehingga proteksi yang kita buat sangat ketat seperti baju astronot yang bisa teman teman lihat.

Disini saya ingin meluruskan, bawasannya semua proteksi yang dibuat kenapa selengkap itu? Karena bukan dari bagaimana penyebarannya, namun dimulai dari sifat virus itu sendiri. Virus hanya domain, dimana sifatnya tidur saat si inang atau tempat yang di hinggapinya sehat. Kita tidak pernah tau, apakah lingkungan kita telah di hinggapi dengan virus corona, apalagi lingkungan yang digunakan untuk merawat pasien covid 19.

Kedua, karena kebiasaan manusia pelupa. Lupa untuk menjaga personal hygiene yakni cuci tangan, atau sembarangan pegang ini itu, memegang wajah dengan tangan. Maaf guys, megang wajah ya memang pakai tangan, cuman maksud aku disini, pada era modern ini yang sudah mengenal perawatan kulit yang baik dan benar, ada baiknya jika kita memegang area wajah menggunakan tissu atau lap kain khusus wajah yang hanya di gunakan oleh satu orang. Hal ini tidak hanya untuk kecantikan ya guys, tapi juga punya nilai dari sisi kesehatan.

Nah terus kenapa sih kok perlu banget kita melakukan social distancing? Perlu banget gerakan stay at home? Perlu banget menjaga jarak minimal 1 meter, perlu banget pakek masker kemana-mana, cuci tangan 6 langkah setiap saat, dan lain sebagainya. Jawabannya, iya dong perlu banget.

Seperti yang sudah aku jelaskan tadi. Mengingat sifat dari si virus ini adalah virus bukan bakteri, yakni hanya domain, bukan mati atau musnah. Hanya tidur. Sehingga diharapkan dengan Social distancing kita punya waktu banyak dirumah untuk beristirahat, makan makanan yang hygienis, berolahraga lebih rajin, menjaga kebersihan diri lebih baik, dan terhindar dari stres. Kenapa demikian bisa berpengaruh? Bisa dong. Dengan begitu imunitas kita akan meningkat, membaik. Sehingga kita tidak mudah terserang penyakit atau penyakit penyakit yang sudah ada pada diri kita, tidak bangun(paham artinya sampai sini?).

Kedua, dengan begitu paparan dari luar juga semakin minim. Entah dari siapa paparan itu dibawa, mungkin teman, mungkin segelas cangkir yang kita minum di cafe, atau pegangan pintu di swayalan. Dimana saja bisa. Dan siapa saja bisa berpotensi memiliki penyakit ini. Siapa jamin sehat luar artinya sehat dalam juga?

Itulah kenapa kita perlu melakukan adanya social distancing. Untuk menekan jumlah penyebarannya corona virus itu lo gengs, gituuuu.

Vit, dirumah kelamaan juga stres kali. Dirumah kelamaan juga bokek kalik. Kerja apa kita, makan apa kita? Dimana bisa sehat kalo kayak gini? Kelaperan mati, iya.. 

Susah sih ini pertanyaannya. Aku hati-hati banget jawabnya nih, wkwk.

Untuk kalangan kota ke metropolitan *kiasan, mungkin kita sudah banyak terpapar dengan teknologi. Kita bisa melakukan kegiatan kerja, belajar, atau apapun itu secara online, atau CB (computer base) gitu kali yak. Tapi gimana nih untuk yang kalangan kota ke desa, atau terpelosok? *sekali lagi kiasan. Nggak semudah itu bilang by online, by online. Kerja kita sebagian pengerajin, kerja kita bidang jasa, kerja kita nge warung. Gak bisa makan nih, kalo dirumah aja. Kalo diem diem baek. 

Tenang tenang, bapak ibuk. Maap saya juga rakyat, saya mahasiswa. Saya nggak berani ngomong, takut salah, di tembak petrus ntar. Hehe, nggak nggak gitu sebenernya. Susah soalnya pertanyaannya pak. Wkwk.

Di luar negeri, hal ini sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Mensejahterakan rakyatnya. Di luar negeri sembako gratis untuk rakyatnya. Jangkauannya pun mudah.

Aku cuman mau bandingkan aja sama di Indonesia. Kayaknya gak mungkin juga di aplikasikan. Negara kita belum maju, masih banya tagihan kayaknya. Hehe. Sebenernya kalau gitu, ada yang lebih penting dari menggartiskan paket data internet untuk para kantoran dirumah, untuk para mahasiswa yang belajar dirumah (eh mahasiswa tetep mau kuota gratis nih?, okedeh, ralat kalo gitu). Untuk para kantoran dirumah, untuk para... apaan? Udah itu aja? Wkwk. Apaan si.

Maksud aku ges, daripada buget pemerintah untuk kuota gratis, mungkin lebih baik untuk belikan sembako buat rakyatnya yang butuh. Kalo emang serius dengan kebijakan anda soal social distancing, serius juga dong menanggapi efek yang ditimbulkannya, yang juga sedang berjalan beriringan dengan tumbuhnya angka kejadian covid19 yang terus naik.

Dan untuk rakyat, gini aja deh. Kita yuk, sama sama saling pengertian. Yang berlebih rejekinya yuk donasi, yuk bagi bagi sembako, yuk bagi bagi angpau, yuk lah yuk. Buat rakyat yang kurang tapi aku nggak menyarankan untuk protes sih ke pemerintah ato ke konglomerat untuk satu suara minta sembako. Jangan ges, jangan minta ges. Minta kebijakan aja. Sambil nunggu kesadaran nya saudara saudara kita, kita usaha juga dirumah. Mulai kreatifitas baru, kerajinan tangan dirumah terus dijual online juga bisa. Bikin vlog juga bisa, apa gitu yang bisa membuat kita tetap semangat untuk ada harapan buat rezeki itu datang ke kita.

Bukannya tulisan ini pada akhirnya sama aja. Nggak ada jalan keluar bagi yang kesusahan dirumah aja. Tapi aku lebih minta kesadarannya untuk kita semua. Sesama manusia.

Selain itu, aku juga sebeel, sueebel, sebel sebel sebel deh... sama kamu kamu yang jualan masker medis, yang jualan handsanitizer, yang jualan jamu jamuan. Sebel pokoknya. Lihat deh, China aja menjual murah barang barang tersebut, kagak langkah, berebut sih iya sih. Tapi mereka sadar, gak cari untung, demi apa? Demi kesehatan bersama.

Ya plis lah, gak usah jualan jualan pakek di mahal mahalin segala. Apalagi yang ngoplos handsanitizer, gak takut dosa lu oy! Itu nggak tentu kamu oplos oplosnya, nggak tau kandungannya, marah marah pihak farmasi baru tau rasa deh. Itu juga yang jamu jamuan, kagak ada ceritanya jamu bisa membunuh virus dalam tubuh. Sama hal nya yang jual vitamin C, vitamin B, D,  Z di mahal mahalin. Kagak ngefek. Sebenernya guys, tubuh kita sendiri itu sudah memproduksi vitamin C yang cukup untuk kebutuhan tubuh. Lalu kapan kita perlu mengkonsumsi vitamin C dari luar? Saat kita merasa tubuh kita tidak fit. Karena saat itu sel sel tubuh kita sedang stres, sehingga tidak dapat bekerja dengan baik dan maksimal seperti biasanya. Sehingga dengan bantuan vitamin C dari luar maka tidak sampai badan tumbang, kita sudah kembali sehat.

Ayolah Indonesia, berhenti kebiasaan ambil untungnya. Gapapa ambil untung, kalo nggak pas begini kondisinya. Jual handsanitizer mahal mahal buat apa? Orang orang kagak ada yang kerja, kagak laku punya lu. Sumbangin aja udah. Masker masker juga, semuanya.

Bumi kita sedang rehap. Bumi kita sedang sakit. Mungkin ini cara bumi untuk melihat kembali keindahan isi perutnya. Manusia yang saling membantu, saling berbagi, saling gotong royong, manusia yang saling bilang "semangat ya", saling menghargai antar profesi, dan lebih aware. Indah kan?



Kira kira dengan adanya lockdown sana sini, apakah bisa juga membuat angka kasus TB berkurang di Indonesia? Jawabannya, bisa jadi. Bagus juga kan, banyak juga efek bagus dari stay at home. Makanya jangan marah marah muluk kalo di suruh dirumah aja.

Lapisan ozon kita membaik tuh. Semoga juga kabr angka kasus TB menurun, akan menyusul. Amin.

Berita terkahir hari ini, tidak ada penambahan pasien COVID 19 di jawa timur. BAGUS! GOOD JOB! EXCELLENT BABYY ! tandanya, usaha kita social distancing kita BERHASIIILLL !! Udah jangan nambah lagi, di pertahankan, awas besok kelar rumah, awas besok ngerayain, ngadain pesta sama temen temen, karna liat gak ada pasien nambah. Gue tau lo seneng, gue tau. Tapi sabar dulu bro, sama gua ulang tahun juga kemarin gak bisa ngerayain bro, hiks. Apaan si.

Maap maap.

Jadi intinya, bener nggak sih statement bahwa "Indonesia harusnya takut TB bukan CORONA".
Ya udah sono, gantiin tim medis buat ngurusin pasien corona, biar tim medis ngurusin TB.

Aduh nggak gitu ges. Di dunia medis kita mengenal TRIASE. Nah ibarat Triase, Corona ini seperti pasien label merah Kudu cepet ditangani. Kita mengenal kondisi gawat tidak darurat, tidak gawat tapi darurat, tidak gawat tidak darurat dan gawat dadarurat. Nah, untuk sekarang ini, CORONA sedang ada di kondisi gawat darurat. Harus di tangani cepat. Supaya bisa kembali stabil.

Lagian siapa yang bikin TBC? Siapa yang bikin angkanya terus naik? Nurut SOP pasien TB aja kagak rakyatnya.

Tuh enak apa pemerintah sama gue, gue belain terus nih.

Intinya, kita lihat sikon. Nggak bisa langsung judge gitu. Indonesia memang gawat TB, tapi kalo kita lalai juga sama corona, abis udah populasi kita. Untuk angka kejadiannya sendiri memang masih mengenaskan kasus kasus dengan masalah penyakit Jantung, DM, Stroke, TB. Tapi ayolah, kritis sedikit berpikirnya. Okeh.

Ya udah good job, untuk jawa timur, good job untuk Indonesia. Bismillah bumi kita lekas sembuh. Amin. Udah kangen Ramadhan nih. Hehe.

Okeh,sekian temen temen artikel kali ini. Aku harap bisa membantu tentang semua pertanyaan pertanyaan kalian selama ini.
Apabila ada kurangnya, kalian bisa komentar di kolong komentar. Terima kasih. Dadahh...  !





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menderita Leptospirosis?

Surga itu Dekat, Bahagia itu Sederhana

Faedah Quarantine Day.