The good Nurse


Setelah satu bulan lebih satu minggu telah berlalu, praktek kerja klinik yang dulu aku takuti kini menjadi sahabat baikku. Dia telah banyak mengenalkanku pada banyak hal, perkenalan dan perpisahan serta bagaimana membantu menulis cerita ribuan manusia dengan harapan hidup rendah. Walaupun tak banyak yang bisa aku lakukan untuk mereka kecuali hanya sebatas senyuman.

Yang aku tahu, Tuhan terlalu baik padaku. Disaat beberapa orang meremehkan dan memandang sebelah mata tentang profesiku, saat itu pula Tuhan tengah menghadirkan berlipat lipat orang untuk menyambutku dengan senyuman. Menyapaku dengan keluhan yang tengah mereka rasakan, memanggil namaku untuk sekedar mengatakan “tolong” dan menangis padaku sambil berkata “terima kasih”. Indahnya cerita itu tidak akan pernah bisa aku tuliskan.

 Beberapa tahun yang lalu aku pernah berdo’a kepada Tuhan. Bisakah Ia membantu menjadikanku manusia yang berguna. Manusia yang tidak sia-sia dilahirkan di dunia. Dan manusia yang paling beruntung karna hanya memiliki Allah semata jika bahkan tak ada seorangpun yang berada disampingnya. Hari ini, semesta dan Tuhan membuktikan bagaimana Tuhan benar-benar mendengarkan do’a setiap manusianya!
Meski aku tak pernah ingin terlahir dengan profesi ini, pernah sangat meremehkan profesi ini, justru ku rasa sekarang Tuhan ingin mengatakan padaku bahwa

No matter who you are. The most importanting is what can you doing for another person

Ternyata bumi tak benar-benar bisa memberikan kebahagiaan. Bukan popularitas, pujian, followers, harta, paras dan jabatan. Hidup sangat amat singkat dan sementara. Kamu akan merasa benar-benar bahagia hanya karna bisa menjadi bagian dari senyuman orang lain.

Cerita ini tentang bagaimana aku menjalani sedikit waktuku bersama mereka yang tak berdaya, mereka yang tak sehat, mereka yang siang dan malamnya bertarung dengan ajal. Cerita ini adalah bentuk karmaku yang pernahku lakukan karna sempat meremehkan profesi ini. Cerita ini juga tentang rahasia Tuhan yang belum terjawab.

Beberapa kasus yang tengah aku hadapi adalah klien dengan SLE atau lupus, Hepatitis, Sirosis Hepar, Ensephalitis, Meningitis dan TB Paru. Siang dan malamnya klien dengan kasus tersebut dihabiskan hanya untuk menangis, menahan rasa nyeri, sesak nafas, kejang, demam, kesakitan, tidak nafsu makan, dan berbaring di tempat tidur. Aku tahu betul bagaimana ngerinya tangisan mereka, rasa bingung dan khawatir keluarga klien, serta lafal mereka menyebut nama Tuhan.

Aku tak pernah tahu apa maksud Tuhan memberikan keturan pada anak adam dan hawa dengan penyakit seperti ini. Mereka pun ingin terlahir normal, sempurna dan menikmati hidup dengan tenang. Mereka tidak pernah meminta apalagi memilih sakit seperti ini. Dan betapa jahatnya aku jika aku menjarak dari mereka hanya karna takut jika tertular. Andai aku berada diposisi mereka, maka mungkin aku akan marah pada Tuhan. Orang-orang tengah mengasingkanku, menjarak dariku hanya karna aku adalah virus bagi mereka. Padahal aku tidak pernah ingin terlahir seperti ini!

Dengan itu, menyapa mereka dengan senyum dan mendengarkan keluhan mereka adalah senjata ampuh untuk membuat mereka merasa nyaman.   

Aku tahu betul bagaimana melihat mereka tersenyum saat Tuhan mencabut rasa sakit mereka mesti untuk sejenak saja, dan termasuk bagaimana rasanya melihat klien berada pada tahap death and dying. Semuanya sangat mengiris hatiku. Tuhan benar-benar sedang menampar keras diriku.

Jika pulang bekerja, rasa lelah yang menyergap membuat aku lelap tertidur. Saat itu aku sadar bahwa lelapnya tidurku karna Tuhan tengah memberikan kenikmatan kesehatan padaku. Sangat berbeda dengan mereka yang sakit. Malam-malamnya dihabiskan untuk menangis menahan rasa sakit mereka, keluarga klienpun terjaga untuk mereka.

Mereka pernah berkata padaku, “Sus… saya keluar sebentar boleh? Saya bosan di kamar terus”. Seketika aku tahu bagaimana nikmatnya kaki ini berjalan, tubuh ini berdiri tegak tanpa alat bantu medis, hidung ini bernafas dengan leluasa, mata ini melihat dengan normal, mulut ini dapat berbicara dengan lantang.
Sayang akupun tak pernah bisa memanfaatkan nikmat itu dengan baik. Semua yang masih sempurna pada tubuh ini terkadang aku gunakan untuk berkata kasar, melihat yang tak seharusnya dilihat, berjalan pada jalan yang tak seharusnya aku pijak, dan menghiraukan setiap nafas yang akan dimintai pertanggung jawaban.

“Sus… do’akan saya supaya bisa cepet sembuh ya sus!”. 
Kata-kata apa ini? … Ya Allah… Sehat itu ternyata banyak yang mengharapkan!


Satu lagi. Sebelumnya aku tak pernah tahu bagaimana rasanya disapa oleh ajal. Maksud hati ingin memberikan yang terbaik, merawat klien untuk menggantikan bajunya, memandikannya, memotong kukunya, menyisir rambutnya, mendengarkan ceritanya, dan tersenyum bersama, kemudian pergi untuk menghadap illahnya. Saat itu aku dilihatkan bahwa kematian adalah sesuatu yang paling dekat dengan manusia.

Dan kalian tak benar-benar tahu bagaimana rasanya beruntung pernah merawatnya…


Hm… semua terlalu indah.

Profesi ini menyulitkan bagi diri sendiri dan sangat beresiko. Tetapi dalam hati bergumam, kalian sama sekali tidak tahu bagaimana hati ini merasa benar benar sedang memupuk pahala untuk diri sendiri saat ikhlas membantu sesama dan berapa banyak kali kami menjalani silahturahmi dengan orang-orang baru. Berapa sedekah paling sederhana yang kami berikan setiap hari “senyum”, dan seberapa terharunya hati saat mereka berkali-kali mengatakan terima kasih, terima kasih… Kalian sama sekali tidak tahu!”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menderita Leptospirosis?

Faedah Quarantine Day.

Surga itu Dekat, Bahagia itu Sederhana